Sejarah Singkat
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemuka masyarakat dan mantan kepala desa yang telah banyak mengikuti sejarah pemerintahan Kecamatan Tiganderket maka diperoleh informasi sebagai berikut.
Perkataan Tiganderket adalah nama salah satu desa yang dulunya dikenal dengan nama Luhak, Desa tersebut terbentuk ketika Marga Bangun dari wilayah Raja Urung Batu Karang pindah kesuatu tempat karena tidak harmonisnya hubungan kekeluargaan. Di tempat yang baru Marga Bangun tersebut membuka perladangan baru (erbarung-barung). Akibat perpindahan Marga Bangun yang menyendiri di perladangan, maka menimbulkan tanda tanya bagi penduduk setempat dan mereka menyelidiki kenapa Marga Bangun itu jadi menyendiri.
Setelah jelas mengetahui apa penyebabnya maka penduduk mengatakan “Payonge ia miser” (Pantaslah dia pindah). Selanjutnya setelah keturunan si Marga Bangun tersebut berkembang serta dianggap sebagai pembuka pertama perkampungan tersebut maka kalimat sebutan “Payonge” berubah menjadi “Payong” dan terakhir disebut Tiganderket yang sekarang Desa Tiganderket. Pada jaman Pemerintahan Belanda (tahun ± 1901) dan Jepang di Indonesia, wilayah Kecamatan Tiganderket dibawahi oleh 3 (tiga) Raja Urung yakni :
- Raja Urung Susuk berkedudukan di Tiganderket
- Raja Urung Batu Karang berkedudukan di Batu Karang
- Raja Urung Guru Kinayan berkedudukan di Tiga Pancur (Sekarang Kecamatan Tiganderket)
Ketiga Raja Urung tersebut dibawah Pemerintahan Sibayak Lingga, kecuali desa Sukatendel yang berada dibawah Raja Urung Namo Haji yang merupakan wilayah Sibayak Kutabuluh (Sekarang Kecamatan Kutabuluh). Setelah kemerdekaan (1945) Bupati Karo (Rakutta Sembiring) mengadakan musyawarah dengan memanggil Pemuka Masyarakat Raja Urung Batu Karang, Tiganderket, dan Tiganderket untuk menetapkan Ibukota Kecamatan, tetapi masing masing Pemuka masyarakat tersebut mempertahankan agar “luhak” (Desa) mereka menjadi Ibukota Kecamatan.
Akhirnya ditempuh jalan tengah dengan pertimbangan letak daerahnya harus dipertengahan maka ditetapkanlah pusat pemerintahan di Desa Tiganderket dan disewalah sebuah rumah untuk dijadikan Kantor Camat (Asisten Wedana pada waktu itu). Desa Tiganderket pada waktu itu masih sedikit penduduknya dan kantor sering tidak ditempati maka Bupati Karo kembali memusyawarahkannya dengan hakim kecamatan (terdiri atas utusan hakim-hakim desa/luhak) dan disimpulkan bahwa Kantor Asisten Wedana Tiganderket dipindahkan dari Desa Tiganderket ke Desa Tiganderket dengan syarat nama wilayah tetap Asisten Kewedanaan Tiganderket.
Sejak saat itu Ibukota Kecamatan Tiganderket menjadi Tiganderket. Jadi pusat pemerintahan di Desa Tiganderket hanya selama 5 bulan. Tiganderket berasal dari kata “Tiga” dan “Nderket”, tiga berarti Pekan/pasar dan Nderket adalah sejenis pohon kayu besar. Pada waktu itu disebelah barat desa Tiganderket (sekarang lokasi pasar) terdapat sebuah pohon kayu Nderket yang besar dan dibawah kayu itu selalu dilakukan transaksi hasil pertanian rakyat sehingga lokasi tersebut lebih terkenal dengan “Tiganderket” (Pasar dibawah pohon Nderket).
Pada Tahun 2005 Bupati Karo menerbitkan PERDA nomor 04 tahun 2005 tentang pembentukan kecamatan baru dimana salah satu kecamatan yang mengalami pemekaran ialah Kecamatan Payung menjadi 2 kecamatan. Kecamatan Payung (sebagai kecamatan induk pindah ibukota kecamatan dari Tiganderket ke Payung, sedangkan Kecamatan Tiganderket (kecamatan pemekaran) ibukotanya di Tiganderket. Secara resmi Kecamatan Tiganderket telah disahkan oleh Bupati Karo tanggal 29 Desember 2006.
Komentar
Posting Komentar